Sosok Marshal Manengkey, Pencipta Lagu-Lagu Populer di Dunia Era 90-an

MyPassion
MENDUNIA: Marshal Manengkey bersama Beiby Sumanti di Sanggar Bapontar. Foto lain, Roy Manengkey dan Beiby Sumanti.

Sepekan lebih maestro dunia asal Minahasa kembali ke sang pencipta. Dialah Marshal Manengkey. Bagaimana almarhum di mata sahabat? Berikut liputannya.

 

Laporan: Rangga Mangowal, Jakarta.

MARSHAL Manengkey dikenal sebagai pencipta lagu-lagu populer di dunia era 90-an. Dan tetap melegenda hingga saat ini. Di antaranya, ‘Somewhere Between’, ‘My Love’, dan ‘Story Book Children’. Bahkan lagu ciptaannya berjudul ‘Song For The Children’ telah diadop oleh PBB.

Berpulangnya putra asli Minahasa tersebut, membawa kesedihan mendalam bagi para sahabatnya. Pemilik Sanggar Bapontar Jakarta Beiby Sumanti menuturkan, karya lelaki kelahiran Surabaya tapi asli Tataaran itu, tidak terlalu diketahui khalayak. Menurut Sumanti, itu karena almarhum sering memakai nama samaran.

Tapi Sumanti mengatakan, pemilik nama lengkap Marshal Conradt Jules Manengkey tersebut merupakan orang yang baik. Dia telah berkiprah sejak 1960-an. “Dan banyak menghasilkan tembang-tembang lagu mendunia," ungkap Sumanti saat ditemui di Sanggar Bapontar, Jumat (1/9) kemarin.

Meski menapaki karir penuh perjuangan, tapi tak menyurutkan almarhum untuk menjadi komposer andal. “Lagu Song for The Children ciptaannya yang dipopulerkan Oscar Harris, telah digunakan PBB. Dan menjadi lagu kebangsaan anak-anak di seluruh dunia,” jelas Sumanti.

Begitu juga dengan tembang nostalgia Somewhere Between dan Story Book Children yang dilantunkan oleh Sandra and Andres. Lagu My Love ciptaannya bersama Andres Holten, dipopulerkan oleh Rosy dan Andres.

Manengkey tutup usia pada Jumat (25/8) lalu. Dia terserang penyakit ginjal. Bahkan beberapa hari sebelumnya, dia sudah tidak sadarkan diri di Rumah Sakit Medistra, Jakarta. Almarhum pun telah dimakamkan di Cilandak, Jakarta pada Minggu (27/8).

Manengkey juga diketahui telah berkewarganegaraan Belanda. Tapi sangat ingin berkarya di Nusantara, terlebih untuk tanah Minahasa.

Diterangkan Sumanti, Manengkey kembali ke Indonesia pada 2012. Dan bergabung dengan Sanggar Bapontar. Di Studio Bapontar, Manengkey ingin membuat semua lagu-lagu hits-nya dibawakan dengan alat musik kolintang. Karena dia sangat cinta kolintang. “Di mana pun Bapontar pentas, kalau dia lagi di Jakarta pasti ikut nyanyi dengan kolintang," ungkap Sumanti mengenang.

Sumanti menambahkan, Sanggar Bapontar akan terus melanjutkan cita-cita Manengkey yang tertunda. “Sebelum sakit, beliau sempat menyanyi saat konser Bapontar di Ancol Beach, Mei 2016 silam. Saya dan adiknya, Roy Manengkey tetap mau wujudkan cita-cita Marshal. Yaitu menyadur lagu-lagu hitsnya ke kolintang dan naik dapur rekaman. Semalam, saya sudah rapat dengan adiknya. Dan kami sudah sepakat melanjutkannya," imbuh Sumanti.

Sementara itu, di mata sang adik, Marshal merupakan sosok kakak yang patut dibanggakan. Karena kerja kerasnya membantu keluarga. “Ketika sekeluarga pindah ke Belanda, dia sebagai yang paling tua, selalu menjadi ujung tombak keluarga," ungkap adik bungsu Marshal, Roy Manengkey, ditemui di Sanggar Bapontar.

Sosok sang kakak, lanjutnya, begitu ulet. Selain seorang pekerja seni, Marshal juga merupakan seorang arsitek andal. “Dia pernah membangun satu kota di Belanda. Namanya kota Apeldoorn Green City. Dan memakai teknologi pertama yang dipakai di dunia,” terangnya.

Di bidang seni, kenang Roy, jika sedang nongkrong di Belanda, Marshal sering bermain gitar bersama Bob Tutupoly cs.

“Atas nama keluarga besar, saya menyampaikan terima kasih atas semua ucapan belasungkawa, simpati, serta bantuan  dari semua rekan dan keluarga. Juga kepada semua patuari waya di Manado maupun perantauan. Semoga sosok Marshal bisa menjadi inspirasi bagi generasi penerus, terlebih bagi para putra-putri Minahasa yang bertalenta," pungkas Roy.(***)

 5  0